Friday, November 19

SUNGGUH

Kala ku menutup mata
Ku memandang dengan nyata

Saat ku kehilangan telinga
Ku mendengar sejelas-jelasnya

Waktu ku berhenti bicara
Ku mengucap beribu kata

Detik ku kehabisan logika
Ku memahami semua

Tepat ku mengosongkan hati
Ku mampu mengasihi

Sungguh...
Semakin tak punya, ku kian bahagia (?)

(Karenanya)
Biarlah jemariku terambil juga
Ku malah memintal sempurna
Tak apa kakiku terpasung dunia
Ku justru bebas berkelana

Sungguh...
Ku bahkan dekat denganmu, tanpa pernah bertemu


(Ya...ku makin mencintai dia,
dari seorang yang bahkan belum mengenalnya)

Monday, October 4

AKAR SERABUT

Bayangkan kau bangun di satu pagi, dan dengan semangat kau langsung bersiap-siap melakukan aktivitas tertentu yang sudah kau rencanakan sebelumnya. Karena semalam kau bermimpi indah, segala yang kau lakukan terasa menyenangkan. Padahal sebelumnya, kau adalah sesorang yang 'susah' bangun pagi. Engkau pun keluar rumah, bertemu dengan banyak orang...yang sering terlihat, yang tidak pernah dilihat, yang dikenal, yang tidak dikenal, yang rupawan, yang tidak rupawan, yang cacat, yang sempurna, yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan. Semuanya. 

Lalu seorang yang tidak pernah kau lihat sebelumnya-tidak rupawan-dan tidak tampak menyenangkan pula, tiba-tiba menyalib jalanmu dengan pongahnya. Kesaaaaallllllllll. Semua kata-kata serapah keluar dari bibirmu, sembari otakmu berusaha mengingat plat nomor kendaraannya. Dan hatimu berkata, seandainya tidak ada yang sedang menunggumu untuk janji hari ini, kau akan mengejar kendaraan itu untuk membuat perhitungan dengannya. Karenanya, kau cukup mengingat bentuk kendaraan itu beserta platnya, dengan tekad akan mencarinya suatu hari nanti. 

Karena sedang tak keruan, kau pun berbelok ke arah jalan yang salah, terjebak kemacetan, terlambat tiba untuk memenuhi janji, dan sebuah rencana besar yang sudah kau susun untuk hari ini, menjadi terasa tidak penting lagi. Dengan emosi, kau berusaha meyakinkan setiap orang jika hari ini adalah hari 'sial' mu, gara-gara seseorang menyebalkan-sangat sial ia dilahirkan di dunia ini-semoga dia mengalami kecelakaan-yang kau temui di jalan tadi. Dan karena itu, kau berharap setiap orang dan bahkan dirimu sendiri akan memaklumimu, jika hari ini kau tidak bisa memberikan yang terbaik.

******

Bayangkan kau bangun di satu pagi, dan dengan semangat kau langsung bersiap-siap melakukan aktivitas tertentu yang sudah kau rencanakan sebelumnya. Karena semalam kau bermimpi indah, segala yang kau lakukan terasa menyenangkan. Padahal sebelumnya, kau adalah sesorang yang 'susah' bangun pagi. Engkau pun keluar rumah, bertemu dengan banyak orang...yang sering terlihat, yang tidak pernah dilihat, yang dikenal, yang tidak dikenal, yang rupawan, yang tidak rupawan, yang cacat, yang sempurna, yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan. Semuanya. 

Lalu seorang yang tidak pernah kau lihat sebelumnya-tidak rupawan-dan tidak tampak menyenangkan pula, tiba-tiba menyalib jalanmu dengan pongahnya. Kesaaaaallllllllll. Kau menarik nafas dalam-dalam lalu berpikir keras-haruskah ku marah?-Karena aku harus menjaga mood untuk negosiasi proyek-dan aku tak mau rencana masa depan gagal cuma karena orang-orang bodoh yang berkeliaran di jalan raya. Kau terus berusaha untuk tidak marah. Tapi semua kejadian tadi jelas-jelas menunjukkan kebodohan orang tak tahu aturan tersebut. Hal itu harusnya tidak terjadi kalau saja dia tidak benar-benar bodoh. Bodoh...bodoh...bodoh...ada berapa banyak lagi sih orang bodoh di dunia ini???? 

Karena sedang tak keruan, kau pun berbelok ke arah jalan yang salah, terjebak kemacetan, terlambat tiba untuk memenuhi janji, dan sebuah rencana besar yang sudah kau susun untuk hari ini, menjadi terasa tidak penting lagi. Dengan emosi, kau berusaha meyakinkan setiap orang jika hari ini adalah hari 'sial' mu, gara-gara seseorang menyebalkan-sangat sial ia dilahirkan di dunia ini-semoga dia mengalami kecelakaan-yang kau temui di jalan tadi. Dan karena itu, kau berharap setiap orang dan bahkan dirimu sendiri akan memaklumimu, jika hari ini kau tidak bisa memberikan yang terbaik.

******

Bayangkan kau bangun di satu pagi, dan dengan semangat kau langsung bersiap-siap melakukan aktivitas tertentu yang sudah kau rencanakan sebelumnya. Karena semalam kau bermimpi indah, segala yang kau lakukan terasa menyenangkan. Padahal sebelumnya, kau adalah sesorang yang 'susah' bangun pagi. Engkau pun keluar rumah, bertemu dengan banyak orang...yang sering terlihat, yang tidak pernah dilihat, yang dikenal, yang tidak dikenal, yang rupawan, yang tidak rupawan, yang cacat, yang sempurna, yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan. Semuanya. 

Lalu seorang yang tidak pernah kau lihat sebelumnya-tidak rupawan-dan tidak tampak menyenangkan pula, tiba-tiba menyalib jalanmu dengan pongahnya. Kesaaaaallllllllll. Kau tak habis pikir, bagaimana seandainya kau bukanlah seorang yang jago menyetir, pasti berantakan semua rencana hari ini. Dan semua itu berkat kegigihanmu dulu untuk belajar bisa menyetir dengan benar, cerdik, dan bahkan terlihat elegan. Hmmm, sepertinya orang yang sembrono di jalan raya itu tidak sendirian. Karenanya, terlalu percuma energi ini dihabiskan untuk marah untuk seseorang yang 'tidak penting', pikirmu. Bahkan akhirnya kau memberi kesempatan pada penyeberang jalan lebih banyak hari ini daripada hari-hari sebelumnya. Sambil memberikan senyum pula. Sampai akhirnya, seorang yang sempurna-rupawan-terlihat menyenangkan-menyeberang jalan tepat di depan kendaraanmu setelah kau beri kesempatan. Kau tercekat. Dia seperti pernah kau lihat sebelumnya. Ya....dia....orang....yang selama ini hilang dari matamu....tapi tak pernah bisa hilang dari hatimu...jiwamu selama ini mencari sosoknya-wanginya-bayangannya-atau apapun dari dirinya ke manapun kau melangkah...kau pikir dia takkan pernah kau temukan lagi...dan kau putuskan untuk bisa melangkah sendiri...dan janji pada seseorang hari ini yang akan kau penuhi adalah titik awal langkah baru yang ingin kau tapaki...tapi kini...'DIA ada di depanmu'...tanpa sedetik pun dari waktu di pagi ini kau terpikirkan lagi tentang dirinya...kau pikir kau sudah menang...tapi...????

Karena sedang tak keruan, kau pun berbelok ke arah jalan yang salah, terjebak kemacetan, terlambat tiba untuk memenuhi janji, dan sebuah rencana besar yang sudah kau susun untuk aktivitas penting hari ini, menjadi terasa tidak penting lagi. Mungkin masih penting, tapi kau sudah tak bisa berkonsentrasi. Dengan gamang, kau berusaha meyakinkan diri apakah hari ini adalah hari 'sial' atau hari keberuntunganmu.

******

Bayangkan kau bangun di satu pagi, dan dengan semangat kau langsung bersiap-siap melakukan aktivitas tertentu yang sudah kau rencanakan sebelumnya. Karena semalam kau bermimpi indah, segala yang kau lakukan terasa menyenangkan. Padahal sebelumnya, kau adalah sesorang yang 'susah' bangun pagi. Engkau pun keluar rumah, bertemu dengan banyak orang...yang sering terlihat, yang tidak pernah dilihat, yang dikenal, yang tidak dikenal, yang rupawan, yang tidak rupawan, yang cacat, yang sempurna, yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan. Semuanya. 

Lalu seorang yang tidak pernah kau lihat sebelumnya-tidak rupawan-dan tidak tampak menyenangkan pula, tiba-tiba menyalib jalanmu dengan pongahnya. Kesaaaaallllllllll. Lalu???????

******

Kau bahkan memiliki skenario sendiri...........
Pernah terpikirkah olehmu?

Mungkin benar ada kehidupan lain yang berjalan paralel dengan apa yang kita jalani sekarang-setting lokasi dan waktu yang sama-tapi berbeda cerita hanya karena sikap dan pilihan yang berbeda, mungkin juga tidak.
Mungkin benar akan tercipta mesin waktu untuk kembali ke masa lalu untuk 'memperbaiki'-ke masa depan untuk 'mempersiapkan' atau sekedar untuk alasan ketidaksabaran, mungkin juga tidak.

Aku lebih suka mengatakan hidup itu "AKAR SERABUT". Hanya saja menghadap ke langit, bukannya tertanam menuju ke bawah tanah. Setiap cabangnya adalah tetap serabut, yang kian bertambah setiap kali umur juga bertambah. Karenanya, di cabang manapun akan memberikan 'setting' yang sama, hanya berisi sedikit 'variasi', yang sebagian dari kita menyebutnya cobaan, sebagian lagi senang memakai istilah hukuman, ada pula yang menganggapnya nasib. Tapi aku lebih senang memanggil 'variasi' itu sebagai 'konsekwensi pilihan', yang sudah ditentukan sebelum dunia dilahirkan. Aku hanya diberitahu kapan mulai mendaki-bukan menuruni serabut, apa yang kupunya untuk memangkas sedikit cabang tertentu, tanpa dibisikkan sedikitpun di mana dan bilakah waktuku habis lalu aku akan ditarik angkasa.

Karenanya...
Aku tak ingin mengeluh, berharap akar serabut kan menjadi bunga dengan sendirinya...
Aku tak ingin sumpah serapah berjejal, berontak agar ia menjadi akar tunggal...
Tapi...
Bertekad memilih salah satu cabangnya...
Meski 'tuk mengubah setting tersebut, aku tak kuasa...
KUTAHU pasti, aku bisa MENGUBAH CERITA!!!
Kau juga??? ;))

Thursday, September 16

LEGENDA SANG NAGA

Rabu, 15 Sept.2004

Sang naga…
Pernahkah kau bertemu dengannya?

Ia bukan teman tapi selalu mendekati
Karena tahu kan binasa tapi tak ingin sendiri

Ia menawarkan bara
Menyerupai gula
Hatinya mengoyakkan cinta
Bersampulkan desis setia

Ia membayangimu dalam setiap mimpi
Karena tahu kau ingin menggapai tanpa harus mendaki

Ia tertawa kala kau jatuh
Tapi tunjukkan wajah tersentuh
Ia menari waktu kau tak sembuh
Lalu melebarkan luka bertopeng teduh

Aku pernah terjerat tapi tak ingin tersekap
Jagad raya melolong dan Ayah menarikku dalam dekap

Ia menghujat dalam kelam
Menanti saat tepat tuk penuhi dendam
Kini ku hanya menatap dari jendela
Mengagumi caranya perdayai manusia

AYAH…AKU…

Rabu, 15 Sept. 2004

Aku bernafas
Tapi aku haus
Apakah yang kuhirup ini?

Aku minum
Tapi aku lapar
Apakah yang kucecap ini?

Aku makan
tapi aku sesak nafas
Apakah yang kugigit ini?

Aku berjalan
Tapi aku duduk
Apakah yang aku tapaki ini?

Aku memegang
Tapi aku terbang
Apakah yang kuraih ini?

Aku pulang
Tapi aku tak pernah kembali
Apakah yang kupunya ini?

Aku bercinta
Tapi aku menjauh
Apakah yang kuberi?

Aku…
Hmmm….
Tak pernah…(puas)

Aku dambakan….(hidup)

Hmmm…?
Jadi aku harus….(kembali?)
Masih bolehkah?

Terima kasih Ayah!!!

ADUH...!!!

Senin, 13 Sept.2004

Tak ku dengar celoteh telapak tanganku
Yang tak putus bilang……(kataku: ah, masa?)

Tak kuindahkan senyum sang kartu
Yang isyaratkan….(kataku: ohh, ya?)

Aku tak mau berteman dengan bola kaca
Yang bilang ku kan temui….(kataku: ya, lalu?)

Aku tak akan percaya pada tata surya
Yang bilang kuhadirkan bersama….(kataku: hmm, begitu?)

Di saat aku mulai menggerutu
Bayangmu melintas…laju!

Di saat aku makin tak peduli
Dongeng mereka menjelma... di dalammu!!!!

Aduhh…!!!

SATU

9 Maret 2004-03.00
Voor Punky n Dino

Kau di ladang
Aku di padang
Tatap 1 mentari di 1 petang

Kau di hutan
Aku di lautan
Lukis 1 wajah pada 1 rembulan

Kau arungi langit
Aku jelajahi bukit
Berdetak 1 ritme dalam 1 dunia sempit

Karenanya…

Ku tak goyah di tiap hentak
Kau tak gentar di tiap sentak

Ku yakin kau kan datang
Kau tahu ku kan menjelang

Monday, September 13

MY WOMAN, CAN WE SKIP DATING???

(WHAT A NIGHT!!!)

Virgie
06/09/04 20:45
How’s life? Eh mo gw knalin ama anak advertising gak? Orgnya seru…suka party…dia blh nelp lu gak? Dia mau ke Bdg Jumat ini, ok?

Karin
06/09/04 20:46
Hah? Loe sinting ya..siapa tuh?tmn loe?loenya pkbr?

Virgie
06/09/04 20:49
Namanya Jimmy Abimalao....udah deh pokoknya ntar dia nelp lu mlm ini, blh kan?

Reply
Hah?gila lu ya..itu tuh siapaaaa??? Dia…

Ah, kayaknya percuma deh mengirimkan sms. Aku batalkan mengetik sms berikutnya. Virgie bener-bener sinting. Nggak capek ya dia selalu berusaha menjadi mak comblang yang baik. Berkali-kali dia mengenalkan aku dengan ini, sama itu, sepupunya ini, kakak tingkatnya itu, wah! Dan yang paling gila, dia pernah berusaha menjodohkan aku dengan mantannya, yang menurutnya ‘Karin banget’ dan pasti akan lebih cocok menjadi pacarku. Sinting! Aku pikir kepindahannya dari Bandung ke Jakarta bakal menghentikan semua usaha ‘tolol’-nya itu. Aku tidak suka di ‘comblangi’. Bukan karena merasa sok laku. Tapi bukankah lebih menarik jika kita menemukan ‘orang yang tepat’ lewat berbagai pengalaman hidup kita? Satu bulan ini terasa cukup tenang tanpa ‘kegiatan regular’ Virgie. Tapi, sebenarnya kangen juga sih ama Jiji, panggilan sobatku yang kukenal lewat bekerja di salahsatu radio anak muda Bandung semasa kuliah, lalu semenjak lulus aku pindah kerja ke redaksi majalah ini, dan dia yang tadinya sempet di redaksi majalah lain di Bandung sekarang pindah kerja lagi ke Jakarta. Memangnya, kantor barunya di Bona Advertising itu membuat dia menemukan korban-korban baru yang potensial untuk dijodohkan denganku??? Mungkin lebih baik aku menelponnya saja, ya.

“Hei Jiji…loe sinting yah…apaan sihh…”

“Ha..ha..ha..udah deh say…orangnya ada disebelah gw niiii….ntar dia telpon lu yah…ok? ok?” jawabnya cepat sebelum aku sempat menyelesaikan opening-ku. Dari cara tertawanya sih aku menangkap gelagat iseng totalllll.

“Heehh…gw kan kangen ama loe? Lagi ngapain loe, kok ‘ujug-ujug’ (tiba-tiba aja tanpa alasan yang jelas) mo ngejodohin gw ama orang sekantor loe??? Dia itu temen loe, ato siapa sih? Aduhh loe tuh ya…”

“Cintaaaaa, nggak enak nih klo ngobrol tentang orangnya, sementara dia disebelah gw nih yaaa…” katanya centil sambil tertawa-tawa. “Gw masih training, nih. Bentar lagi pulang. Dan lu tunggu aja ntar dia telpon, ya! Gw juga banyak cerita nih...tapi ntar deh kita ngobrolnya. Ngobrol ama dia aja dulu yaaaa….daaaaaahhhh!”

“ Ji…”

Klik.

Hah??? Sakit jiwaaaaaa. Telpon udah diputus dari seberang. Jijiiiiiiiiiiiiiiiieeeeeee!!!! Aku mulai geram. Ok, mungkin kita lihat aja nanti. Model laki-laki seperti apa lagi yang mau dia kenalkan malam ini. Aku buka lagi message yang menyebutkan nama temen kantornya itu. Hmmm, Jimmy Abimalao. Not a bad name. Tapi menggambarkan orang mana, ya? Dari sebuah survey, seseorang akan tergolong sebagai orang Indonesia tulen apabila mereka sangat tertarik untuk selalu tahu tentang kesukuan, agama, pekerjaan, gaji, dan terakhir status perkawinan dari orang lain. Wah….aku termasuk ya?

Ringer tone Friends berbunyi dari HPku. “Halo..?”

“Hai, gw Jimmy. Gw temennya Virgie yang dia bilang tadi mo telpon. Ini Karin kan? Eh, gw mo jalan ke Bdg jumat ini!” Hmm, suara yang bagus pikirku. Tapi aku tidak cukup gila untuk menemani jalan orang yang tidak dikenal. Don’t talk to strangers, ya kan? Tapi karena Indonesia cukup ramah, mungkin lebih pas kalo Don’t walk with strangers, hehe. Buktinya aku sudah mulai ngobrol dengan orang asing ini.

“Iya, ini Karin. Eh, temen satu kantor Virgie, ya??? Virgie tuh sinting ya…,” aku berusaha tidak terdengar kaku.

“Jangan bilang Virgie yang sinting, deh. Gw kali yang sinting, hehehe… Mmm, nggak…tadi iseng si Virgie nunjuk-nunjukin foto di Hp-nya. Trus ada foto dia bareng lu lagi pake baju biru. Trus dia bilang-mo dikenalin nggak?anaknya seru lho dan dia seagama ama loe tuh-gitu…”

Heehh? Pake baju biru? Baju biru gw yang mana ya? Kapan itu gw foto-foto bareng Virgie dengan Hp-nya? Aku berusaha mengingat mati-matian. Dan jadi teringat juga dengan kalimat terakhir….apa tadi? seagama?

“Iya…kalo dia nggak bilang loe seagama ama gw, gw juga ngga akan telpon kali..” lanjutnya seolah-oalh tahu isi pikiranku.

“Wah…kok cara pilih-pilih temennya gitu sih…gila loe!!!” kataku masih berusaha santai dan mencari-cari topik apa yang bisa membuat obrolan ini bakal menarik. Soalnya, kok berasa jadi SARA gini sih obrolannya.

“Justru itu, gw nggak cari temen. Temen gw banyak kok. Satu gedung kantor yang berlantai 20 ini hampir gw kenal semua, hehe. Belum lagi dari kantor advertising lain. Gw juga banyak kenal anak-anak radio, majalah, TV di Jakarta. Tapi temen gw dari segala kalangan kok…A ampe Z. Yang statusnya ‘tidak terdengar’ juga banyak, hehe,” katanya bertubi-tubi. Tapi anehnya, bisa terdengar tidak sombong. Karena itu, bisa jadi dia memang punya banyak teman. Super pede begini. Aku akui dia cukup ramah, dan sebenarnya mungkin agak…sakit jiwa. Orang-orang sakit jiwa dengan berbalut kepribadian super pede kan memang lebih gampang dapat kenalan. Mereka gampang populer. Karena suka tidak suka, otak kita akan lebih gampang mengingat mereka. Dan suka tidak suka, kita akan menjadi terbiasa dan akhirnya merasa ada dalam lingkaran hidup mereka sebagai teman. Atau hanya orang-orang sakit jiwa itu yang merasa kita teman mereka, ya? Dan kita ikut terinfeksi dengan jadi merasakan hal yang sama?

“Wahh…yang anak gaul! Hueheuheue,” kataku berusaha menimpali. Sebenarnya masih bingung mau ngobrol apa, karena konsentrasi gw sempet terganggu dengan kalimat pertama-nggak cari temen???

“Nggak…bukan gaul. Gw ngga berasa anak gaul. Gw cuma suka berteman, dengan siapa aja. Dan gw ngerasa temen gw dah banyak banget. Sampe gw ngga hapal semua namanya. Nah, masalahnya adalah gw cari pacar, hehe,” katanya tanpa basa-basi.

“Haaah???Sinting!!!!” kata gw jadi salah tingkah sendiri. Ya ampun ini orang, pikirku.

“So..gw mo nanya. Bener ngga kata Virgie, loe masih single? Kan sebagai mantan jurnalis, gw harus cross check, dong hehehee. Dulu gw sempet di majalah Waktu. Fotografer. Gw suka foto. Jangan bilang loe suka difoto.”

“Ih…gw ngga gitu suka difoto. Soalnya dah tau lahir batin kalo ngga fotogenic…dan ngga berharap jadi fotogenic. Banyak orang yang katanya ngerasa klo ngeliat cewek cantik di foto, sering aslinya ternyata biasa aja. So, daripada difoto, mending orang liat gw aslinya deh. Gw s-a-n-g-a-t lebih cantik aslinya…heuheuheuehuehue…” kataku berusaha berkelit sambil bercanda. Padahal, cita-cita tuuuh mau difoto satu rol penuh sama Kingkong, salahsatu dari sekian banyak temen yang hobi fotografi, tapi satu-satunya yang pernah bilang aku terlihat bagus untuk difoto alias fotogenic, hanya agar aku bisa merasa lebih ‘pede’ di depan kamera, hehe. Dan dengan bercanda seperti tadi, aku berharap Jimmy akan lupa dengan pertanyaan awalnya. Tapi…

“Eh..jadi gimana? Jomblo kan? Jomblo kan?” tanyanya penuh selidik…atau…berharap??? Oh!!!

“Dasar…masih inget tho ama pertanyaannya. Iya sih, jomblo. So, what is so wrong being jomblo? Gw lagi menikmati masa-masa ini, kok. Virgie nggak bilang apa gw bahagia ama kejombloan gw sekarang? Dasar si Virgie. Emang dia bilang apa lagi tentang gw?” tanyaku sedikit penasaran tapi sebenernya mulai kesal membayangkan promosi Virgie yang selalu berlebihan pada orang-orang yang dianggapnya potensial untuk di comblangi denganku. Tapi satu hal yang selalu jadi senjata pamungkas sobat kecil mungil bergaya rambut cepak dan modis itu, yaitu satu agama!!!!!! Dan hebatnya, itu selalu berhasil membuat daftar korbannya bertambah. Tunggu, mungkin bukan mereka korbannya. Tapi aku!!! Ya, aku. Karena aku yang menjadi kelimpungan sendiri berkelit sana-sini setelah ‘orang-orang’ itu menjadi ‘semakin ganggu’.

“Great! Biasa kalo party dimana nih? Hehe”

“Siapa yang suka ke party? Idih, emang Virgie ngomong gitu? Gila tuh Virgie”

“Yaelahh…udah deh. Gak usah ja’im. Napa sih cewek-cewek suka sok alim kalo pertama kali kenalan. Pengen keliatan cewek baek-baek banget. Gw malah suka cewek yang eksperif, pake piercing and tattoo sekalian biar unik. Trus apa salahnya dengan party? Kriminal??? Amoral??? Kalo capek ama kerjaan kan wajar kita butuh refreshing, ngumpul ma temen-temen, nge-dance, minum dikit…that’s all. Lagian, orang-orang laen aja kali yang suka berlebihan. Padahal kan party buat gw sama aja kayak hang out di café? Bedanya, musiknya lebih kenceng dan untuk itu loe bisa nge-dance ampe bego. Ngga lucu kan kita ngedance di Starbucks sore-sore, ngga pake ‘musik’ lagi ??? Heuheuheue Denger2 situ party animal. Udah buruan, party mana nih, mana nih???heheheh”

“Sinting loe…Emang sih ga ada yang salah ama party. Tergantung orangnya masing-masing. Tapi sumpah gw ga gila party. Virgie tuh yang gila party. Seringan dia kali daripada gw. Dan cuma gw lakuin kalo ada acara special ato lagi pengen banget. Nggak regular di club tertentu.”

Huh, bukannya sudah ngga jaman deh hari gini gila party? Kecuali yang baru ‘mulai’ mungkin? Itupun jika ‘gila’ disini maksudnya adalah sering, ya. Kalo ada party jadi gila-gilaan, nah itu yang bener buatku, heuheueheu. Dan memang tidak pernah ada yg salah dengan party. Karena bagiku, ‘gila-gilan’ itu juga ya cuma sekedar dance gila-gilaan, heboh-hebohan, rame-ramean, dengan segelintir temen-temen baik yang sudah sangat aku kenal dan mereka juga menyenangi dunia ini sebagai refreshing sesekali. Acara ‘minum’ juga selalu kami lakukan secara ‘langsung umum bebas dan terkendali’ TANPA TERTARIK untuk menyentuh obat terlarang ataupun untuk menanggapi pria-pria sok charming yang senang tebar pesona di setiap party, berharap ada seorang perempuan mabuk yang bisa dimanfaatkan. Trus, tadi dia menyebutkan tentang piercing? Yak, itu aku punya satu di hidung kanan, sempet kepikiran nambah, tapi mungkin setelah aku tahu pasti dunia pekerjaan yang akan kucintai seumur hidup (yang masih dalam tahap pencarian-bukan berarti aku tidak menyenangi pekerjaan yang sekarang-tapi, entahlah!) memang tidak mempermasalahkannya dulu. Tidak semua kantor menerima kan? Tattoo? Another ‘cita-cita’, hehe. Tapi karena lumayan mahal jadi ketunda-tunda, deh. Lagipula aku belum menemukan tempat yang benar-benar aman dan meyakinkan, untuk melakukannya. Aku kepingin satu di tengkuk dan satu dekat mata kaki, hehe. By the way, siapa sih orang sakit jiwa ini…omongannya cukup ‘menembak’ ku. Sebanyak apakah informasi yang dia dapatkan dari Virgie tentangku, sebagai usaha untuk bisa membuat aku merasa ‘click’ dengannya? Memang tidak ada satupun bagian dari hidup dan keinginanku dalam hidup ini yang tidak kuceritakan ke Virgie.

“Oh..ok,” jawabnya singkat menanggapi jawabanku soal party sambil terdengar seperti berpikir untuk pertanyaan selanjutnya. Lalu, ”Ngomong-ngomong kalo gereja, ke gereja mana?”

“Mana aja, tergantung mood. Emang loe dimana?” jawabku sekenanya dan bertanya balik. Lagian, dari party nyambungnya ke hal-hal religius kayak gini??? Bener-bener sinting nih orang.

“Bagusan loe dong daripada gw. Sebenernya gw di Bethel, tapi hampir ngga pernah pergi, hehe. Eh, gw orang Ambon…kalo loe liat di Friendster, bakal keliatan kok hehe. Wah, jangan ngebayangin gw ganteng deh. Gw jauh dari ganteng. Tinggi gw juga cuma 165, hehe.”

“Lagian siapa yang ngebayangin loe ganteng? Dari suara loe juga kedengeran kok kalo loe biasa banget hauhauauahuahua….” Kata gw semakin berani untuk ceplas-ceplos, karena semakin jelas juga kalo dia tipe yang tidak mengenal basa-basi. Atau tidak sopan ya, sebenarnya? Padahal, berikutnya aku tahu jika dia terkagum-kagum dengan budaya Jawa yang terkenal santun. Aneh.

“Huahuahau….loe gila juga anaknya. Seru. Gw suka. Tapi biar Ambon tulen, gw numpang lahir di Sukabumi dan idup dari kecil di Jakarta, en justru suka banget sama Bali dan Jogja, lho. Tanya dong kenapa? Karena Bali itu indah banget, gw seneng pantai. Berjemur, biar tambah item. Gw ngerasa belum item-item amat buat ukuran Ambon sih heuheuhue meskipun semua temen-temen gw bilang gw item, gw sama sekali tidak percaya hauhauhauhaua Sedangkan Jogja….gw kagum banget sama budaya Jawa. Kata gw, Jogja itu centralnya kebudayaan Jawa.”

“Gilingan, dasar!! Gak ada yg tanya kenapa, lagian. Jadi situ masih ngerasa putih? Putih Tua, ya neek? Heuheuheu Jadi loe Ambon asli? Dari bonyok, ya? Bisa ngomong Ambon?”

“Bukaaan…Item muda! Iya deh, boleh juga putih tua. Huahauhau Iya, bonyok Ambon dua-duanya. Tapi gw ngga bisa bahasa Ambon. Kalo bonyok ngobrolnya cepet, nggak ngerti deh. Huehueheu Terakhir gw ke Ambon tuh waktu meliput….bla…bla…bla…” Orang gilaaaaaa. Gw udah tau separuh idupnya dalam setengah jam ngobrol lewat telpon Jakarta-Bandung, yang hebatnya….belum pernah ketemu.
· Dia lahir 26 April setahun lebih muda dariku, but somehow he sounds wiser than me.
· Anak ketiga dari 4 bersaudara.
· Suka party (banget!!!).
· Suka traveling.
· Hardworking dalam setiap pekerjaan yang dia geluti meskipun senang berpindah-pindah. Tapi itu sekedar karena dia mengaku sebagai seorang adventurer sejati, mencari pengalaman yang lebih menantang setelah berhasil menguasai satu bidang.
· Sudah bekerja di Bona Advertising selama 2 tahun tapi mengaku hampir tidak pernah melihat hasil karyanya sendiri muncul berupa commercial break yang kadang mengganggu acara-acara bagus di televisi karena lebih suka menonton DVD, terutama film perang karena dia pecinta segala sesuatu yang berbau perang. Karenanya…
· Kepingin bisa menjadi wartawan perang.
· Nge-fans berat sama Iwan Fals karena selain ganteng dan kharismatik, menurutnya lagu-lagu dari penyanyi yang sempet bikin heboh dengan ‘Bento’-nya itu menyuarakan hati rakyat kecil (dan memang beberapa lagu Iwan Fals menjadi backsound obrolan kami)
· Insomnia sejati juga persis sepertiku….

Tiba-tiba saja bulu kudukku merinding, karena merasakan satu hal aneh. Tiba-tiba saja aku merasa bukan ngobrol dengan orang yang baru kukenal. Bukan karena semua kalimatnya yang terdengar “soooo me” yang menurutku bisa saja dia usahakan setengah mati itu. Toh, orang jenis ini beserta seluruh pengalamannya juga termasuk baru buatku. Tapi memang tiba-tiba saja dia terasa seperti seorang temen lama. Bahkan tidak sekedar temen lama melainkan sahabat yang sudah lama tidak pernah berhubungan lagi, yang tiba-tiba kembali dengan menceritakan sejuta pengalaman barunya selama menghilang dariku. It’s totally insane!!!!

“Jadi gituuu ceritanya…heuhueheu. Ayo dong tanya-tanya lagi tentang gw. Loe mau tau apa lagi tentang gw? Apa aja, semuanya! Tapi gw bingung nih klo disuruh ceritain sendiri…”

“Hahhhh???? Hellowww, gw udah tau separuh idup loe karena loe nyerocos sendiri dari tadi. Cerewet, sumpah!!! Tanda-tanda jaman deh ini kayaknya, ga ada angin ga ada badai, tiba-tiba ada orang sesakit jiwa loe nelpon-nelpon jam segini, bikin gw gak bisa nonton Extravaganza. Kan mo liat Tora Sudiro, tau!!!!” Kataku setengah ngga percaya dengan intonasi innocent dalam kalimat terakhirnya dan setengah kesel mengingat aku hanya bisa memandang salah satu acara kesukaanku itu tanpa mengerti semua parodi yang dimainkan dalam acara itu karena tv-ku yang di mute. Meskipun kadang-kadang suka ‘garing’, ya tapi biasanya acara itu cukup bisa menghibur hari Senin malam. Senin adalah hari yang cukup menyebalkan, bukan? Namun harus kuakui, percakapan ini menyenangkan juga.

“Eh iya, ya….gw cerewet ya heuheuheu. Maap deehhh….Tapi gw tebus deh kesalahan gw dengan ngundang loe nonton Extravaganza, live!!!! Produsernya dan banyak kru Trans TV temen-temen gw juga kok, gimana…mau ya?”

“Giling…ngga segitunya kok ama Extravaganza. Ngga perlu, thanks anyway!!!”

“Eh…ummm…would you be my woman?” tembaknya langsung dengan ‘cuek’.

Aduhh, ini Ambon…Jawa…Betawi…apa Batak siiii? “Haaahhh????” seperti biasa aku selalu cuma bisa terperangah.

“Don’t know…I just feel so close to you, hehe. Ngerasain juga gak? Gw kok seperti berasa udah kenal lama ya, ngobrol ama loe. Gimana kalo ternyata loe jodoh gw??? Maaaan….gimana yah kalo emang begitu. Gila yah, loe cewek gw, hihi. Gw ngabayanginnya pasti seru banget, loe cerewet en ‘ancur’ juga sih. Pasti seru banget. Oh…my...God, gw ngerasa…click ama loe. Really, I wanna know you more,” tambahnya lagi semakin menggila dan membabi buta. Yeah…whatever. Sumpah, aku tak habis pikir dengan orang ini. Aduuhh, tapi…kok dia seperti merasakan yang aku rasakan sihhhh???? Apa ini lagi-lagi taktik dia saja?

“Hmmm…honestly, gw juga ngerasain kayak ngobrol ama temen lama kok, hehe” kataku tidak menutupi. Tepatnya, berusaha tanpa basa-basi juga. Dan aku belum selesai, “Tapi jodoh??? Hiiih…ga sejauh itu yaa??? Gila apa? Blom pernah ketemu loe…nggak ada bayangan apapun gimana sosok loe…gilingan, tau!!! Kalo bukan karena Jijie sobat gw, nggak akan gw ngobrol ama loe!!!”

“Heehh, knapa nggak? Feeling gw kuat gini, kok??? Jijie kan perantara doang. Lagian coba bayangin. Kok bisa, dia tiba-tiba nunjukkin foto-foto loe di Hp-nya??? It’s a sign, isn’t it??? Eh iya, ada friendster? Mumpung gw depan komputer, nih” katanya dengan seribu keyakinan yang membuat aku mulai jengah. Obrolannya juga lompat sana lompat sini. Duhh!!!

“Cari aja di friendslist Jijie,” ujarku singkat.

“Ngga ahhh…lama!!! Email loe deh, buru!” katanya tidak sabar dan….’main perintah’ ????Aku paling tidak suka diperintah. Taureans, remember? Untungnya, dia terdengar menyenangkan untuk menjadi temen ngobrol yang memberikan aku pengalaman ‘gila’ seumur hidup pada malam ini. Jadi kuberikan saja alamat emailku. Tidak ada ruginya, kok.

“Hmmm…tau nggak gw suka foto loe yang mana? Hehe, semua sih. Gw suka liat loe…chubby!!! Hmmm, loe fashion editor??? Ok. Loe suka Maksim??? Wah, pasti loe cocok banget temenan ama copy writer gw. Dia tau semua tentang Maksim,” dia mulai membuka profile-ku sembari membacanya dan memberi tanggapannya satu persatu .

“Ya ampun, temen loe punya partitur Maksim????” potongku cepat karena memang suka sekali dengan permainan pianist asal Kroasia yang kabarnya tetap giat berlatih di tengah perang itu. Sementara aku dulu susah sekali disuruh papa berangkat kursus, padahal ditengah-tengah kehidupan negara yang pada umurku saat itu ku tahu aman dan damai. Aku baru tahu istilah yang dianggap tepat untuk suasana pada masa pemerintahan itu adalah Represif, setelah kuliah.

“Wah, itu sih ngga tau. Ntar deh gw kenalin. Makan tuh Maksim bedua, hehe. Ohh..loe maen piano juga. Jangan bilang loe blom nonton The Pianist…”

“Emang belom.”

“Hwaaaa…loe bakal gw kunci dan gw tinggal sendirian di kos gw biar nonton The Pianist heuhuheu. Hmmm, loe suka Jazz? Ok. Finding Nemo? Lucu banget ya si Dori. Tapi gw paling suka Ice Age!!!

“Gw juga tergila-gila ama Dori, gw bangettt dengan Short Memory Syndrom gw buat mengingat nama orang padahal baru beberapa menit kenalan, ha..ha..ha..Tapi kok gw masih inget nama loe ya, Jim? Kalo Ice Aged, gw suka si tupai bodoh itu. Mukanya kocak bangetttt….dan ga kebayang deh semua peristiwa penting jaman prasejarah kejadian gara-gara dia doang, ha..ha..ha..” ujarku senang mengingat tingkah dua dari sekian banyak tokoh film kartun favoritku.

“Heuheuheu…ok…cool…lumayan…Fakultas Hura-hura? Hehe. I’m everything you’re not? Huahuahau seru juga. Hmmm…profile yang bagus,” katanya meneruskan berkomentar sendiri menelusuri berbagai hal tidak serius yang kutulis di profileku. Dan ia melanjutkan terus, “Sekarang coba kita liat testimonial-nyaaa??? hmmm…ok….yak…oya…ohhh.”

“Wah, gw berasa ngga adil, niih. Loe sekarang bisa tau semuanya tentang gw lewat friendster dan ngobrol ini. Sementara gw ngga ada bayangan sama sekali sosok loe gimana?” selaku setengah kesal juga.

“Tenang…gw add loe. Ntar besok loe buka punya gw. Ehh…ternyata gw ngga bisa nge-add loe nih. Gw kirim message dulu aja kasih imel gw…loe add gw, yakkk! Dan sini gw bacain aja deh punya gw,” ia menjawab lalu dengan panjang lebar mulai membacakan satu persatu isi profile dan testimonial miliknya, yang menurutnya perlu untuk kuketahui. Aku mendengarkan saja, sambil sesekali mengikuti gayanya berkomentar, seperti: ohhh….ok…cool…ok…seru juga…yak…ok…oya…dan bla bla bla.

“So….what d’ya think? What d’ya think??” tanyanya cepat setelah merasa cukup membacakan ‘daftar riwayat hidup singkat’ –nya lewat web yang digila-gilai semua orang itu. Dan aku juga jadi menyadari kalau dia senang sekali mengulang kalimat. Terutama jika merasa penasaran.

“Hm? What I think? I think you’re crazy, hah heh hah!!??” komentarku dengan aksen Singlish bercampur gaya bicara Dori. Becanda. But somehow, I mean it. Seperti biasanya aku.

“Huhauahuahua jangan gitu dooong…,” katanya setengah memelas. “Maaannn…I think I like you a lot. Jangan sampe gw jadi bilang gw sayang loe. Dan terakhir, gw cinta ma loe. Gila sih membayangkan loe bakal bener-bener be my woman.”

“Heh, dasar emang situ tuh orang gilaaaaa, ya! Jauh-jauh amat ngayalnya??? Ngobrol normal, napa?” kataku sambil tertawa-tawa saja, tapi mulai semakin jengah.

“Bentar bentar. Kok orang seperti loe masih jomblo? Jangan-jangan loe standarnya ketinggian ya?”

“Seperti gw? Seperti apa emang? Kok ga to the point aja bilang gw keren banget???Huahauhauhau Ketinggian? Nggak, ah. Dibilangin lagi menikmati masa jomblo, kok. Soalnya banyak banget yang masih pengen gw lakuin. Kadang-kadang, punya pacar itu bisa menghambat juga. Bisa jadi dia yang ngelarang-larang atau kitanya yang jadi nggak tega. Buat apa pacaran klo ngga bisa saling support. Ya gak? Kadang-kadang karena saling support pun, malah untuk itu harus rela pisah. Wah, pusing deh kalo udah gitu,” jawabku panjang lebar setengah benar, setengah tidak. Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya pun mulai bergulir. Kujawab jujur tanpa basa-basi lagi. Udah jomblo berapa lama? Tipe cowok yang loe suka? Apa yang loe cari dari cowok? Masalah nggak pacaran ama yang lebih muda setaun? Bisa pacaran long distance? Masalah ngga klo gw Ambon?? Maaakkk!!!!

“Ok…jadi mau pake adat apa? Hehe”

“Hahhhh??? Adat apa? Buat apa???” aku kebingungan. Semuanya serba cepattttt. Seringkali aku belum sempat berpikir tentang satu hal, beribu hal lain sudah keluar dari mulutnya.

“Ya apa lagi? Married dong? Hauhauahuahuahauhauahua,” katanya bener-bener mulai sinting.

“Busyeeeettttt. Orang gilaaaaaa. Eh, pacaran aja lagi males udah mo pikir kawinnnnnnn????? Eh loe tau kan gw orang apa?” kataku sembari s-a-n-g-a-t t-i-d-a-k p-e-r-c-a-y-a akan apa yang baru kudengar.

“Iya. Tau banget, hehe. Makanya gw tanya, mo pake adat apa? Hauahuahauhau,” ulangnya.

Ok, sekarang aku yakin untuk meneruskan ‘kegilaan’ malam ini dan untuk ikut ‘menggila’ juga. “Sekarang, loe sendiri ngebayangin ato ngarepin pake adat apa?” jawabku mencoba berdiplomasi.

“Hmmmm, Jawa!”

“Hah??? Situ Ambon, sini Kalimantan, ditengah-tengah ada lautaaaannn, tau???? Darimana bisa adat Jawa? Lagian kagak tau apa adat kawinan Jawa ribetnya kayak gimana? Ogahhh.”

“Emang. Loe pikir gw ga pernah ngeliput kawinan ala Jawa tujuh hari tujuh malem??? Emang gw kagum banget sama budayanya. Tapi mo kawin aja nyusahin diri bener. Kalo gw sih pengen pake baju adatnya doang, trus resepsinya cuma ‘bak buk’ en langsung bulan madu. Selesai. Acaranya pengen outdoor pesta taman di Kebun Raya atau halaman gereja depan Gambir. Bukan Katedral. Tau gereja Protestan depan Gambir?”

“Ngga pernah ngeh. Jangan tanya soal Jakarta. Ngga pernah apal.”

“Iya, jadi di situ. Trus segelintir temen-temen dan keluarga dekat yang datang, ngga boleh ada yang dandan menor. Santai ajaaaa…celana pendek juga cukup, yang penting pada cakep en cantik. Tapi my woman pasti yang paling cantik, hehe. Trus gw mo ngajak my woman traveling buat honeymoon. Bukan perjalanan mewah gitu, tapi pake motor, koboi-koboian. Waaah, pasti seru. Klo loe?

“Hmmm…gw cuma pernah cerita impian resepsi kawin gw ama Jijie. Dan gw sama banget ama dia. Jadi dulu kita pernah becanda, kalo ampe umur sekian-sekian kita ngga married-married, kita bedua aja yang married, hauhauhauahuhua. Kadang gw nyesel juga napa Jijie mesti cewek. Ha..ha..ha..”

“Nah, masalahnya adalah sama ngga nih ama gw?”

“Ada deehhh…,” aku mengelak lalu memikirkan taktik bagaimana agar aku bisa mengorek terus keterangan tentang dirinya saja tanpa aku harus membuka semua tentang diriku. Aku bisa dengan mudah akrab dengan siapa saja, tapi belum tentu aku mau membuka diriku begitu saja. Dulu aku pernah bercerita pada Jijie, susah mencari pria yang punya pikiran sama tentang acara ‘bersejarah’ kayak gitu. Lagipula, pasti keluargaku dan keluarga calonku yang aku belum pernah tahu akan datang dari kebudayaan mana di Indonesia ini dengan kuatnya ikut campur dan dimulailah resepsi berkepanjangan dan melelahkan. Mengundang beribu-ribu orang yang pasangan pangantinnya sendiri tidak mengenal. Apalagi aku anak pertama? Memang mereka tidak bisa disalahkan. Mungkin semua itu dilakukan karena mereka juga ikut senang. Jadi, aku simpan saja impian itu. Kalaupun semua teman tahu, paling hanya general-nya. Jika ada seseorang yang berpikiran sama denganku dan punya keinginan kuat untuk mewujudkan impiannya itu tanpa menyinggung ego keluarga, bisa jadi itu salah satu tanda bahwa he’s the right one. Ha..ha..ha..berlebihan mungkin. Tapi bukankah setiap impian memang harus selalu berlebihan? Hehe. Tapi tunggu, pesta taman? Depan Gereja? Hanya dihadiri sejumlah orang dari berbagai kalangan yang benar-benar dikenal dekat? Resepsi sederhana tanpa dandanan menor? Travelling koboi-koboian??? OOoOpPpsSss!!!!

Aku merasakan kepalaku mulai pusing. Untung dia tidak memaksa pertanyaannya lebih jauh. Tapi dia justru membuat aku tambah pusing saat dia mulai lagi membeberkan gambaran tentang keluarga impiannya,” Gue seneng anak kecil. Gue pengen punya 2, cowok dan cewek, haha. Trus di rumah gw harus ada anjing, Golden Retriever ato Herder. Setiap sore, gw lari bareng my woman sembari ngajak Retriever gw. Wuaahh seru. Dan gilanya, gw mulai ngebayangin lari sore itu ama loe.”

“Haaaahhhh???gw?????? Sakit jiwa!!!!” itu yang keluar. Sebenarnya, ya ampuuun. Se-Karina Margaretha itukah dia?

“Hhauhauhauahu….bodo!! Jujur deh…loe suka ngga ama gw?? Ngerasa ‘click’ ngga? Ngerasa ‘click’ ngga?”

“Suka???Hmmm..jujur aja percakapan ini menyenangkan juga. Gila soalnya. Ditengah-tengah gw memulai hidup normal lagi dengan berangkat kantor mulai hari ini setelah semingguan kemaren ngga masuk karena sakit….Eh, ada orang yang lebih ‘sakit’ nelpon gw huahauhauhauhau. ‘Click’? Lumayan!” jawabku. Aku benar-benar sudah gila juga. Pusing. Pusiiing. Pusiiiing. Benar, rasanya berkunang-kunang. Masa sih ini jodohku? Amit-amit, masa datang tiba-tiba dengan cara tidak sopan begini? Ahhhh, pasti sekedar orang-orang gila yang memang gampang menularkan semangatnya. Ayo, akal sehat bekerja sedikit dong, Karin. Haaa, paling-paling ini semua hasil usaha Jijie lagi. Pasti Jijie, seperti yang lalu-lalu juga bukan? Karenanya, pusingku berkurang.

“Maaan…beneran nih…I feel so close to you. Loe jodoh gw kali ya?” tegasnya. “So, would you be my woman??? Please….???” Waduh, suaranya berubah dari ‘gila’ jadi romantis. Sekali lagi untuk jujur, suaranya sangat menarik. Oh my God !!!! Tapi aku sudah mulai bisa berpikir jernih. Ok, aku juga mencoba selangkah lebih ‘gila’ lagi. Aku juga bisa sok romantis.

“Jim, gila loe ya…,”kataku lembut. “Gw bukan tipe orang yang langsung ‘bak buk bak buk’ kayak loe. Ok, mungkin loe bisa bilang gw heboh, seru, bisa sinting kalo ngobrol. Gw memang gampang akrab sama siapa aja. Ceplas-ceplos. Kadang itu juga bikin orang salah tanggep. Tapi sebenernya gw nggak segampang itu buat pacaran. Rata-rata pasti temenan lama dulu buat bisa bikin gw bener-bener suka. Karena justru bukan soal tampang, tapi ngerasa comfort ato nggaknya bareng seseorang. Lu nyenengin kok, bener…tapi kan gw ngga bisa bilang sekarang dong bisa jadi your woman or not???” Aku hampir tak percaya mendengar suaraku sendiri. Mengarah ke manja!!!

“Aduh say…seberapa lama sih? Ngga akan setaunan kan? Klo ngga nyampe, aku masih bisa ‘handle’ kok, hehe.”

Kata ‘aku’ mulai keluar!!! Here we go. Atmosfer telpon-telponan ini mulai ‘berubah’. Terdengar seperti sepasang kekasih long distance pacaran lewat telpon., “Ya ngga juga, kali. Tergantung.”

“Tergantung apa?”

“Cepet nggaknya ngerasa comfort. Aduuuh, lagian kan dah bilang kalo masih banyak yg pengen gw lakuin…”

“Ok. Bagaimana kalo diganti kalimatnya, masih banyak yang pengen ‘kita’ lakuin? Hehe. Toh, ini bakal long distance. Paling kita ketemuan weekend. Jadi banyak hal yang bisa kita lakuin hari lainnya kan? Katanya bisa pacaran long distance???” tanyanya mnggoda dengan suara yang juga…menggoda.

“Hiiihh…dasar. Bukan berarti, yah!!!” desahku manja. Huahauhauhaua, go Karin go!

“Hunny, aku suka banget cara ngomong kamu barusan. Eh…boleh kan aku panggil kamu Hunny?”

“Nope. Ngga boleh…”

“Kok Nggak? You’re my woman, right?”

“Ihh…blom bilang iya kok…”

“Tuuh kan…suka lagi cara ngomong kamu. Ok…trus maunya dipanggil apa dong?”

“Karin, Kiwin, Kaka, Iblis betina, Kepala Suku, Bibir Silet, Ketua Gerwani, Pocahontas, Pelacur…..seperti semua panggilan temen-temen gw itu, apapun terserahhhh…tapi bukan Hunny.”

“Wah…masak sih panggilan mereka pada seseram itu?”

“See, You don’t know me at all. Baru liat friendster ama nelpon pertama kali aja kok yakin amat, hehe. Ngga tau kan kenapa mereka bisa panggil gw begitu?” aku memancing agar dia sadar bahwa semua yang dia lakukan ini sebenarnya ‘tidak penting’. Karena perkenalan ini pasti akan lebih menyenangkan jika hanya menambah satu orang teman ‘heboh’ pembuat meriah hidup. Apakah semua temannya yang ‘seabreg’ itu benar-benar teman sejati hingga dia merasa tidak perlu mencari teman lagi kecuali pasangan hidup? Mungkin mereka yang dia anggap ‘teman-teman’ itu sekedar ‘kenalan’, ‘say hi friends’ yang aku sendiri merasa banyak memilikinya. Aku memilih hanya punya beberapa teman. Tapi mereka ‘benar-benar teman’.

“Hmmm…aku panggil Kitty ya?” balasnya tak peduli.

“Kitty??Nggak nyambung ya ama Karin, tapi boleh deh. Kok bisa?”

“Aku ngebayangin kamu sebenernya manja…kayak kucing, hehe. Suara kamu tadi sih, hehe. Kitty, coba bayangkan dalam tiga tahun ke depan. Ada yang 29, itu siapa? Kamu. Ada yang 28, dan itu siapa?” tanyanya menggantung berusaha agar aku yang menjawab.

“Siapa dong? Adek gw? Ha..ha..ha..selamat datang di pertanyaan jebakan Jimmy, begitu maksud kamu? Yeah, getting know you better, ha..ha..ha..” aku tidak tahan untuk tidak bercanda dengan semua kalimatnya.

“Ha..ha..ha..ok, itu Aku yaaa…,” ia menjawab sendiri. “Tiga tahun…aku mau nyicil mobil tahun depan. Tahun depannya lagi nyicil rumah dan terus punya tabungan bareng my woman. Masalah ngga buat kamu? Siapa tau kamu punya target married sebelum itu?”

“Hm?? Jadi udah ngebayanginnya bareng aku nih??” godaku. Lalu aku menjelaskan panjang lebar jika aku tidak punya target seperti itu. Dulu, saat masih belasan tahun memang aku menganggap umur 26 atau 27 adalah waktu ideal untuk melakukannya. Tapi lihat hidupku sekarang, ternyata menjadi lajang di umur ini dalam keadaanku sekarang sangat menyenangkan. Mungkin juga karena aku belum menemukan ‘the right man’. Tapi itu tidak akan membuatku panik, lantas menikah dengan siapa saja yang terlihat ‘ok’ untuk menjadi figur ‘bapaknya anak-anak’ karena balutan good looking enough-pria baik dari keluarga baik-dan mapan, bukan? Bagaimana dengan cinta? Nah, aku hanya ingin menikah dengan orang yang membuat aku jatuh cinta. Sampai umur berapapun aku menemukannya. Terlalu idealis? Setiap orang punya idealismenya masing-masing. Dan tentunya, menurutku akan bahagia jika menemukan seseorang yang berjalan bersama sepanjang sisa hidup dengan idealisme yang sama. Sulit? Ya, aku tahu itu sulit. Sangat sulit. Tidak heran, banyak orang menyerah. Apalagi, belum begitu wajar untuk ukuran perempuan Indonesia jika belum menikah pada usia 20-an. Kalaupun ada yang merasa wajar, orang-orang di sekitar mereka yang malah jadi seperti kebakaran jenggot. Aku mengingat nasihat salah satu temanku, hati-hati…ingat umur. Katanya juga, filosofi mencari pasangan saat umur belasan adalah: siapa kamu. Umur 20-25: siapa aku. Umur 26-30an: bakal jadi siapa aja yang penting ada. Ha..ha..ha..Ya mau bagaimana lagi dong, kalau aku belum di ‘kasih’ umur segini, masa mengambil apa aja yang ada, atau…boleh mengambil punya orang??? Pikirku. Hehe.

“Wow, great….You’re so me!!!” tanggapannya singkat, padat. Lalu, “Eh Kitty, aku boleh bilang sesuatu? Aku sayang kamu.” Yang ini sampai membuatku terloncat dari tempat tidurku. Aku mencari-cari bungkus rokok Sampoerna-ku. Wah, harus ngerokok nih. Aduhh, tinggal tiga batang? Mana cukup untuk menenangkan syarafku, dengan obrolan yang keliatannya tidak akan ada akhirnya ini?

“Oya??? hah..heh..hah??? Heuheuheu Yakin tuuuh??? Aduuhh, jadi pengen ngerokok kalo deg-degan, hehe” karakter Dori kembali dalam versi manja. Pasti menjijikkan buat Pixar dan membuat berang banyak kalangan jika film untuk anak-anak ada karakter perokok berat. Ha..ha..ha...
“Tuhh kan…suara kamu… kamu tau kalo kamu ngomong manja-manja en aku ada disitu….aku bakal ngapain ??” suaranya masih mencoba menggoda, yang kini kok jadi tidak terdengar ‘menggoda’ lagi buatku, ya.

“Ngga. En nggak mau tau, hehe…” aku mengelak manis sambil mulai berpikir, wahhh…kayaknya ada yang salah nih. Is he about to ask me to have sex on phone?????? He sounds driving me to do it. Ha..ha..ha..tidak heran Premium Call Phone Sex laku keras. Jangan-jangan aku berbakat kerja di sana.

“Kitty…kok gitu???” benarkan…suaranya makin menjadi.

“Ha..ha..ha..tau ngga? Aku jadi berpikir, untung juga ngobrol ini cuma lewat telpon, lho. Kamu ngga bisa liat ekspresi aku kan?? Mantan jurnalis kok mau ngelawan mantan penyiar….ha..ha..ha…”candaku masih menjalani drama suara manja seksi (menjijikkan) ini.

“Ya udah…nyerah deh ama mantan penyiar. Ampuuun dehhh. My God, I like you a lot. Kitty, trus kamu mau panggil aku apa dong?”

“Hmmm…apa yaaa??? Sai..ato Koko karena kamu pshyco? Agil mungkin…dari Gila? Heuheuehue, ”jawabku santai. Tapi aku tidak menyangka jika ternyata reaksinya menjadi sangat berbeda.

“Jadi loe ngga nganggep gw serius dari tadi? Pshyco?Jadi loe nganggep gw Pshyco?”

“Waaahh…kok sensi denger kata Pshyco?” aku tidak mau kalah. “Lha…ngga ngerasa ya, say---ko?Hehe. Eh mana pernah ada orang ngobrol baru sekali, lewat telpon doang lagi, blom pernah ketemu en kenal, blom pernah denger, baru liat2 profilenya di Friendster doang, trus ngajak kawin??? Masih ngga ngerasa gila? Kali aja sih, soalnya seperti di awal-awal ngobrol loe bilang ngga ngerasa item biarpun temen-temen loe bilang gitu, ya kan?” aku jadi tidak bisa menutupi nada sengit dalam suaraku. Saatnya menyudahi drama, nih.

“Siapa yang ngajak kawin?”

“Lha itu, my woman…my woman…Mikir dong…loe pinginnya gw selalu jawab manis-iyaaa, you’re just so me-thanks God for dropping me this gorgeus guy-exactly like what I’ve been looking for-hey,hunny of course I wanna be your woman…-gitu kan????” Kini aku menumpahkan kekesalanku.

“Nggak. Nggak gitu banget, kok. Gw Cuma kecewa aja, yang udah gw bangun dari awal, loe rusak lagi. Ternyata gw nggak lebih dari seorang pshyco buat loe. Sementara gw serius wanna know you more. Kalo ngga serius, ngapain gw nelpon loe udah 3 jam kayak gini, sementara temen-temen gw nungguin gw di Embassy. Tau gitu….” katanya terdengar berang.

“Tau gitu…Trus??? Nyesel??? Embassy buka ampe pagi, bukan? Masih sempet kan? Lagian, loe ngga menganggap ini buat nambah temen sihh…”

“Kan udah gw bilang kalo gw ngga nyari temen…nyari pasangan hidup!!! So..can’t we just skip dating???”
katanya mantap.

Obrolan kami memang berlanjut. Tapi berikutnya sangat terasa seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar lewat telpon. Bertengkar karena dia tetap merasa tidak dihargai. Dan aku bersikukuh meminta dia mengerti bahwa aku terlalu pusing dengan semua kegilaan ini. Sepertinya ‘pertengkaran’ kami tidak nyambung, ya. Aduhhh…kok bisa jadi begini??? Tiba-tiba aku muak. Sangat muak. Karin, wake up!!!! Yak, dan aku benar-benar ‘terbangun’. Siapa sih orang ini, berani-beraninya mengaduk-aduk emosi ku hanya dalam beberapa jam ngobrol. Baru kenalan pula. Aku ikut marah besar dengan Jijie. Sembari ‘bertengkar’ di telpon, aku sempat pula membeli sebungkus rokok lagi di kios depan rumah yang buka 24 jam. Karena sekarang sudah pukul 01.00 dini hari!!! Masih lamakah ini? Jika ya, berarti aku yang harus menyudahinya. Bodohnya. Bukannya dari tadi. Emang dasar, Karin lemot….lamban!!!!

“Kitty…sori…kok aku jadi gini ya…marah-marah nggak jelas ama kamu…pasti lagi sensi karena capek banget. Aku belum pulang dari pagi…subuh malah…kerjaan juga banyak banget tadi, karena deadline dari product shampoo. Ampe akhirnya Jijie ngasih liat foto kamu...aku jadi seger...trus telpon kamu...dan seterusnya...tapi sebenarnya capek ini bikin aku jadi sensi...,” katanya tiba-tiba menyudahi pertengkaran kami yang belum sempat aku sudahi sendiri sesuai rencana tadi. Benar-benar gila. Hey…tiba-tiba aku merasa tahu apa penyebab dari semua kesamaan…click…atau apapun istilahnya, yang dari tadi sempat tercipta. Mungkinkah karena dia memang ‘terasa’ seperti orang-orang dari masa laluku yang tercampur dalam satu kepribadian seorang Jimmy Abimalao? Dia bisa melompat seperti kelinci girang dan manis yang bisa tiba-tiba terlihat dan berlaku seperti serigala, itu Ferdi. Tapi cara bicara to the point dan gila, dengan gaya Jakarta-nya yang kental, bukankah itu Indra? Dan benar saja. Karena sosoknya-yang setelah kulihat dari foto friendsternya beberapa waktu kemudian, sangatlah Gerry. Tidaaaak. Aku tidak akan mau mengulang kebodohan yang sama dengan tiga orang dari masa lalu yang ingin bisa aku hapus dari ingatan, kini tergabung dalam satu orang yang akan mengisi masa depan.

Aku cuma terdiam. Tidak sanggup bilang apapun lagi. Saat dia minta untuk bicara sesuatu menanggapi permintaan maaf-nya yang berkali-kali itu, aku pun hanya bisa menjawab,” Ngga tau mo ngomong apa...speechless...sumpah...”

“Ok…I just wanna let you know…aku sayang sama kamu, Kitty. I really wanna know you more. Kalau Jumat nanti kita ketemu dan kamu ngerasa ngga mau kenal lebih jauh…kamu boleh mundur dengan cara kamu sendiri. Tinggalin aja. Terserah caranya, pokoknya cara kamu sendiri. Ngga usah pikirin aku lagi. Tapi sebelum Jumat, kasih gw jawaban if u also wanna know me more dengan cara gw. Besok kalo kamu telpon aku, berarti kita ktemu Jumat nanti. Aku akan nge-usahain apapun untuk datang ke Bdg. Iyalahhh, buat my woman, hehe….ok? Tapi kalo besok kamu ngga telpon….sayang, aku anggap semua yang malam ini percuma…dan kita nggak perlu ketemu. Yah yah yah?” katanya dengan amat sangat panjang lebar. Tidak sepenuhnya aku dengarkan dan mengerti. Karena terlalu banyak hal berlalu lalang di dalam kepalaku.

“Eh…iya?? gimana tadi?????” tanyaku bodoh. Tidak ada lagi suara si Karin heboh, gila, apalagi seksi. Dia mengulangi ‘perjanjian’ ala dirinya itu dan memintaku mengulanginya dalam bahasaku sendiri untuknya melalui telpon. Untuk memastikan aku sudah mengerti. Gila, untuk perintah ini pun aku menurut saja. Eh, sebentar. Bukankah perjanjian ini satu keuntungan? Yak, aku tinggal tidak menelponnya saja. Selesai urusan. Tidak ada acara sibuk mengelak seperti yang aku lakukan terhadap korban-korban Jijie yang dulu. Ya…aku bertekad untuk benar-benar tidak akan menelponnya.

“Ok, Kitty...aku tunggu telpon kamu besok yaaa.Damned, pasti aku ngga akan bisa kerja dengan tenang seharian...bodo ah...pokoknya aku tunggu ya sayang. Mungkin aku bakal liat foto-foto kamu di Hp aja deh, yang udah ditransfer semua dari Jijie, hehe. Sekarang kamu istirahat deh...ok?ok?”

“Ok...see you,” jawabku singkat. Lelah. Aku terlalu lelah.

“Met bobok ya,” katanya lagi.

“Thanks…sama-sama…met istirahat juga..bye...,” jawabku.

Klik.

Huaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……ada beban berat seperti terangkat dari hatiku. Tapi pikiranku masih kacau. Badanku juga penat. Aku merokok sebatang lagi untuk memikirkan semua yang kualami. Tapi aku tidak sanggup berpikir. Yang aku ingat hanya...my woman...can we just skip dating...Jimmy...Virgie... Aku habiskan isapan rokok terakhir. Detik berikutnya...aku tertidur.

YAKINKAN AKU

(28 Juni 2004 – 02.05 - Olala Café – nonton Euro Cup, hehe)

Bayangmu menggenggam khayalku
Tawamu mengisi hatiku
Matamu menerangi jiwaku
Katamu membalut lukaku
Dirimu…
Melambungkan aku

Aku hanya diam
Hanya mampu menatapmu dari ujung kelam

Lalu ku tersenyum pada malam
Mengingat sinarmu yang menghujam

Yakinkan aku..
Engkaukah peneduh ku?

MAAFKAN AKU

(27 Januari 2004)

Maafkan aku…
Karena tatap yang tak binar
Tapi sinarku kan meneguhkan

Maafkan aku…
Karena lidah yang tak manis
Tapi ucapku itu kebenaran

Maafkan aku…
Karena jari yang tak lembut
Tapi pelukku senantiasa menghangatkan

Maafkan aku…
Karena hati yang tak luluh
Tapi jiwaku tak mendendam

Karena itu maafkan aku…
Yang tak mencipta hasratmu…
Hanya karena ria Tuanku…
Bukanlah ria mu…

TIGA TITIK

Voor Alvin ‘n Ringgo (Trotoar Café)


Tiga titik mencoba tersenyum pada hidup…

Satu titik ingin menyanding komanya
Titik yang lain berjuang mengakhiri kalimat tanya
Titik berikutnya sedang mengejar satu cerita

Mereka saling bertanya
Pada diri sendiri dan alunan nada
Pikiran mereka mengelana
Di hadapan ribuan dinding bata

Tak ada yang bisa menjawab
Tidak juga sang malam yang kian lembab
Hidup balik tersenyum dan hanya berkata:

Jalani aku dengan hiasan koma
Tambahkan banyak kalimat tanya
Kelak kan kau pahami satu cerita !!!

SIAPAKAH DIA…

SIAPAKAH DIA…

Siapakah keindahan itu,
Yang merobek gaun terbaikku
Tanpa ku malu…

Siapakah kebaikan itu,
Yang mencuri asaku
Tanpa ku tahu…

Siapakah kelembutan itu,
Yang menginjak rahimku
Tanpa kurasakan pilu…

(Lalu) Siapakah kerapuhan itu,
(Jika ia) Yang berhasil menyanding pelangiku
Tanpa mampu ku cemburu…

Hidup sungguh bercanda dengan caranya yang kaku
Harus tertawa atau menangiskah aku?

SANG CARANG

(Dorslam)

Sadarku berkata…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu tubuhku bait nan suci

Jantungku berkata…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu darahku impian para putri

Hatiku juga bersuara…
Aku carang dari pokok anggur
Karena itu jiwaku dinanti damainya pagi

Adakah yang bisa membisikkan aku, indahnya menjadi kenari?

Satu dari mereka melunglaikan tangkaiku
Membuatku ragu…
Masihkah aku sang carang itu?

BINTANG JATUH

(Dorslam)

Dia menatapku dari kejauhan
Mulai ke arahku dengan seringai tertahan

Semesta berbisik risau
Tapi aku justru terpukau

Karena matahari pernah bisikkan sesuatu:
Jangan gentar akan kedahsyatan bara itu
Jantungnya menyimpan salju
Tak pernah ditunjukkan
Tapi menanti saat ‘tuk diberikan…

Kini ia telah memasuki galaksiku
Merasakan debaranku…
Berpikir bahwa aku sang planet rapuh nan lugu…

Padahal dalam bisu aku menunggu sabar
Aku tak butuh salju untuk kau tebar !
Aku ingin dibakar !!
Agar sumbuku berpijar !!!

TAHUKAH KAMU

(Dorslam)

Tahukah kamu,
Jika kutahu…

Tentang terang cahaya,
di kilatan tatapmu.
Tentang lompatan irama,
di gendang telingamu.
Tentang mekarnya pagi,
di merah pipimu.
Tentang tarian madu,
di senyum bibirmu.

Dan…
Tentang bintang fajar,
yang merajai hatimu,
Karena aku…?

Tapi kupeluk tahuku
dalam diam dan bisu…

Karena,
sedang tak ingin mempercayai…
Mata, telinga, dan hati…

AKU BERTANYA

(Dorslam)

Sering aku bertanya…

Pada angin…
Belum terjawab, awan mengajaknya pergi…

Aku menoleh pada embun…
Belum pagi, mentari menariknya…sepi…

Aku mendekati bintang pagi…
Tinggal dua langkah,
tapi ia selalu lebih jauh lagi…

Aku menuju asal kicau indah itu…
Sepertinya dia yang tahu,
tapi angkasa menyandingnya lebih dulu…

Kini aku berjingkat, tanpa suara
Mendekat, masih untuk bertanya
Pada gemerisik air di ujung sana…
Tapi muara ternyata lebih kuasa…

Akhirnya kutahu…
Pada siapa harus ku labuhkan tanya…
Pada titik yang terselubung jiwa
dan pada Dia…
Yang sering ingin merengkuhku..
Dan aku yang sering terlupa…

MY FIRST POEM

(Olala-Voor iemand)

Kilau itu berlalu lalang
Kilap itu memancar
Suara-suara berseliweran
Senyum dan tawa bertebaran
Rona merah malu-malu bersemburan

Sapaan dan kerinduan akan teman lama (menggema)
(tapi) semua timbul tenggelam di terpa angin lembut…
Antara ada…
Antara tiada…
Karena jiwaku tak terjejak di sana!!!
Angan dan akal sehatku terus berlomba!!!

Terus kucoba memandang kilau itu…
(juga) kilap itu…
Terus kupaksa menarik ujung bibirku…
(kala) mendengar suara dan sapaan itu…

Tapi nanar…
Hanya nanar yang merayapi pikiranku…
Aku disana…
Tapi aku juga tidak di sana…

Karena ‘mereka’ masih berlomba…
Sambil bertanya:
Di mana dia…?

Monday, August 23

TEGANG

"Tegang ya mbak???" tanya suara seorang laki-laki sambil tersenyum.

Heh? Siapa sih, pikirku. Sok akrab amat. Tampangnya biasa lagi. Eh, bukannya hampir semua orang berpikiran begitu? Keramahan kita tergantung menarik tidaknya penampilan orang2 yang menyapa, yang tentunya berlaku bagi yang belum kita kenal. Apalagi sok akrab seperti orang di depanku ini. Kalau saja dia ganteng, mungkin aku akan mengeluarkan seribu jurus 'flirting' dan berusaha mengeluarkan jenis suara terbaik yang dimiliki pita suaraku. Tapi aku berusaha ramah, karena aku memang selalu tidak sanggup bersikap judes. Apalagi ada pesan moral utk tidak boleh 'judge a book by its cover' bukan?

Akhirnya aku memberikan senyum (yang biasa saja tentunya) sambil menjawab singkat,"Iya...". Karena aku memang tegang.

"Udah, gak usah tegang. Biasa aja, kenapa ya orang-orang pada tegang semua. Gw gak tuh! Nothing to loose aja. Eh, iya...gw Wawan, dr Jogja. Mbak siapa?" katanya berusaha ramah.

"Pinky", jawabku singkat. Huh, tampangnya lebih mengarah ke 'terlalu pede' daripada ramah.

"Gw emang gini, gak pernah tegang. Justru klo hari-H itu harus relax mbak, eh Pink. Gak usah latihan2 lagi. Lagian dr tadi gw liat, loe dah tampil bagus kok. Dulu waktu skripsi juga gw biasa-biasa loh. Waktu UMPTN apalagi. Org2 semua pada belajar mati2an, gw kemping...hehe..." katanya beruntun dengan raut santai cenderung ke arah semakin 'over pede' dan 'ganggu'.

"Emang kuliah di mana?" tanyaku sembari berpikir-dudul ni orang, mau semua orang tau kalo dia kuliah di PTN ya?-Gue bangga kok dengan almamater gw yang swasta tapi termasuk terbaik di negeri ini-Hggh!!

"UGM, jurusan Nuklir".

Buseeettt pikirku. Oh, bodohnya!!! Dia memang menunggu ditanya tentang hal itu. Dasar pamer. Mestinya aku 'ngeh' dari tadi, dan harusnya aku diam saja tidak usah lanjut bertanya 'kuliah di mana' segala. Pasti dia puas banget. Tapi yang keluar dari mulutku? "Wow, hebat!" Dan kulanjutkan dengan,"Tapi ngapain ikut audisi beginian, jauh2 ke Bdg lagi???? Lagian, jauh amat dr dunia nuklir dan bla..bla..blaa...", percakapan basa-basi berlanjut terus selama beberapa menit.

Namun satu hal yang pasti. Terlepas dari dia memamerkan segala pekerjaan laboratoriumnya di jurusan nuklir dan daftar pekerjaan2 hebat yang dia tinggalkan karena lebih senang menganggur (sementara aku sedang sibuk-sibuknya mengirimkan sejuta lamaran utk bisa bekerja di salah satu firma hukum-tapi tidak ada panggilan sampai detik ini-ugh!), yang paling menyebalkan adalah dia sangat-sangat memamerkan KETENANGANNYA saat ini, saat-saat menunggu giliran di audisi, dimana menurut kabar dari peserta-peserta sebelumku, juri-jurinya GALAK BANGET!!! Ok, it's nothing sebenarnya audisi kayak begini. Aku lagi iseng kok, lagi mencoba keberuntungan. Siapa tahu ditunjukkan 'jalan yang lain' sama 'Yang Di Atas' sana, selain usahaku mengejar pekerjaan kantoran itu. Tapi, setiap usaha kan harus ada pengorbanannya juga. Karenanya, meskipun iseng, aku tetap berusaha latihan. Dan menghapal berbagai pengetahuan umum yang katanya bisa secara tiba2 aja ditanyakan juri. Dan kuakui, aku tidak pernah se-berusaha ini pada audisi-audisi sebelumnya. Apakah karena usaha-usaha ini aku justru jadi 'grogi' sendiri, yang dalam bahasa seorang...siapa tadi namanya???Irfan???-adalah 'tegang'???

Tapi tiba-tiba aku punya jawaban untuk berusaha mematahkan semua 'teori ketenangan'-nya itu. Apakah karena perasaan yang dipendam alam bawah sadarku atau sekedar tidak mau kalah dengan pendapat oranglain? Entahlah, katanya para Taurus memang keras kepala. "Hey, justru gw lagi menikmati ketegangan ini, lho. Soalnya gw udah lama ngga ngerasa deg-degan kayak gini. Dan kayaknya, kok hidup terlalu datar ya kalo kita ngga pernah ngerasain macem-macem emosi," kataku spontan. Wow?

Iya, tapi benar. Kalimat itu keluar begitu saja, karena sejujurnya memang beberapa bulan ini aku merasa terlalu tenang (ato dalam pandangan orang mungkin adalah "sepi"??? hehe).
AKU KANGENNNN.....
1. rasa tegang menunggu pengumuman diterima atau tidaknya lamaranku menjadi penyiar dan saat-saat menjalani serangkaian tes-nya dulu...karena dulu, ini adalah hal baru buatku.
2. rasa tegang pertama kali diajak menjadi MC...
3. rasa tegang saat-saat 'jadian' dengan pacar(-pacar)...
4. rasa tegang pertama kali ciuman...
5. rasa tegang untuk bilang apa saat mau putus dari pacar...
6. rasa tegang bertemu selingkuhan pacar dan pacar (yang akhirnya jadi mantan hehe) untuk bilang kalau aku sudah mengetahui semua kebohongan mereka
(coz he was damn good at being bad...and fake), dan berusaha menemukan kata-kata yang tepat utk meninggalkan mereka demi prinsip-prinsip yang ku pegang dlm sebuah 'relationship'.
7. rasa tegang menghadapi sidang skripsi...

Aku tidak begitu kangen pada masa-masanya. Tapi lebih pada RASA TEGANG-nya. Karena semua hal-hal di atas toh tiba-tiba terasa biasa, entah karena semakin ahli atau mungkin tidak ahli-ahli amat, tapi sekedar terbiasa.

SIARAN?Biasa.
MC?Biasa, kecuali jika bicara soal nominalnya, hehe.
JADIAN?Bukankah semakin dewasa, katanya tidak perlu ada kata-kata dan moment 'saklek' utk menunjukkan rasa sayang, dan tiba-tiba kita menemukan diri kita ada dalam suatu hubungan yang dalam mata orang-orang adalah pacaran?
CIUMAN? Sudah tidak 'deg-degan' amat,kecuali utk memastikan bahwa aku sedang dalam kondisi 'perfect',hehe.
SIDANG SKRIPSI?Belum tentu aku sekolah lagi,ha..ha..ha..
Selebihnya, kejadian-kejadian dalam hidupku tidak sanggup membuatku lebih tegang daripada menghadapi kejadian-kejadian di atas.

Karenanya, aku sangat mensyukuri dan menikmati 'rasa tegang' hari ini. Tumben kok bisa sebegini tegang, ya?Pikirku. Mungkin karena 'nyokap' sedikit berharap juga kali, ya? Duh, para ibu-ibu sudah termakan tayangan Indonesian Idol, AFI, Indonesian Model, Cantik Indonesia, dsb acara-acara pencarian bakat itu. Termasuk ibuku??? Aku mau ikut yang satu ini juga karena yang terlihat paling bisa kuikuti dan katanya menuntut pengetahuan umum tinggi.Katanya!!!! Minimal dalam urusan itu, aku merasa lebih berani untuk bersaing. Aku tidak bisa menyanyi, aku tidak begitu cantik(menurut oranglain-yang sebenarnya bertolakbelakang dengan pendapatku,ha..ha..ha..), dan aku juga tidak berperawakan 'model' , sementara audisi yang satu ini terasa lebih dekat dengan dunia pekerjaanku saat ini-kecuali masalah berhadapan dengan kamera. Tapi, seperti setiap 'rasa tegang' yang dialami semua orang, memang tetap ada tidak enaknya. Temenku yang datang bersamaku untuk mengikuti audisi ini saja, bolak-balik toilet 1000 kali. Capek kan? Belum lagi, paru-paru dan otakku rasanya tiba-tiba kekurangan oksigen. Berkali-kali aku berusaha menghirup udara sedalam-dalamnya. Aku rasa, 'piercing' di sebelah kanan hidung ini ikut berperan mengeluarkan lagi sejumlah oksigen yang berusaha kuhirup. Hehe. Duh, kalau 'nervous' begini memang jadi suka berpikiran aneh-aneh ya!? Namun tetap saja, suasana tegang ini mengasyikkan, kok!!!

Jadi semua alasanku di atas, membuatku tidak bisa menerima alasan seorang...aduhhh siapa tadiiiii?? Nurman??????-untuk tidak tegang saat ini. Biarkanlah aku tegang. Ayo, mungkin lebih tegang lagi akan lebih sensasional. Dan aku bisa membayangkan bagaimana datarnya hidup seorang Nurman itu, seandainya semua ketenangan yang dia perlihatkan (baca: pamerkan) adalah benar, bukan sok tenang. Tapi bisa jadi benar sih ketenangan itu, karena dia tidak pernah terlihat berlatih. KKKkkrrRRxxXx!!!! Tadi dia cuma latihan sekali sih di depanku, dia yang meminta. Aku cuma tertawa geli, karena wajah, tubuh, intonasi, memang datar semuanya. Aku cuma sedikit menyarankan supaya dia sedikit menggunakan bahasa tubuh dan tersenyum, karena pasti terlihat lebih baik. Yang ini aku lakukan tulus kok. He's not that bad in presenting news. Wah, ada bakat nih orang, pikirku. Tapi, yang lebih besar porsinya adalah rasa penasaranku ingin tahu komentar teman-temannya di Jogja tentang orang ini. Mungkin kurang lebih seperti 'testimonial' friendster. Di mana kadang-kadang cukup aneh buatku, jika orang-orang sedikit memaksa untuk dibuatkan 'testimonial'-nya setelah kita menjadi satu dari 'friendslist'-nya. Bukankah itu harus keluar dari hati kita dengan tulus untuk berkomentar tentang teman-teman kita. Dan untuk itu, terkadang aku membutuhkan waktu lama untuk mengingat apa yang paling berkesan tentang mereka. Aku tidak mau berbasa-basi dengan kata-kata pujian klise yang sering ada. Kecuali jika memang benar hal-hal itu yang keluar dari hatiku tentang mereka. Jadi kadang-kadang kayaknya egois juga, mereka sudah membuatkan untukku, sementara mereka harus menunggu lama untuk kubuatkan, hehe. Yah, kecuali jika semua kata-kata 'manis' di atas itu memang yang mereka harapkan, dari dulu juga pasti sudah aku buatkan. So, apa ya kira-kira 'testimonial' tentang orang yang sedang latihan di depanku ini? Datar? Over Pede? Atau... cerdas???? (mengingat jurusan kuliahnya,huh)

Akhirnya, giliran dia memasuki ruang audisi. Lebih dulu dariku. Aku masih harus menunggu giliran cukup lama setelah dia. Hmmm, ntar mo tanya-tanya ah, segimana sukses sih dia bisa melewati audisi dengan teori ketenangan dan minim latihan seperti itu, pikirku. Setelah beberapa lama, ditengah-tengah aku berlatih, sambil masih menunggu giliran, dia muncul. Masih dengan datar, dia ceritakan juri meminta dia untuk melakukan ini itu yang tidak terpikirkan olehnya. 'Presenting' ini, live report itu, bla bla bla dengan sejuta topik berbeda dan 'berat' mulai dari politik, olahraga, dan entertainment. Lalu dia pamit, katanya, "Good Luck ya Pink!!!" Wah, dia masih maengingat namaku. Sementara, dia adalahhh......????Bondan???

Ok, sekarang giliranku. Prosesnya tidak sampai 1 menit!!!! Di 'cut', dan dipersilahkan keluar!!!! Sementara aku bisa membayangkan si Bondan bisa di audisi sampai 15 menit. Juri tidak tertarik denganku, ya???? Sementara aku sudah berlatih berjuta kali lipat lebih banyak dari si Bondan. Tentunya, dengan intonasi dan bahasa tubuhku yang kuyakin lebih normal dalam dunia sosok yang mereka cari lewat audisi ini. Memang aku sedikit terbata-bata pada awal audisi (aduhh, kamera itu)-tapi bisa 'ngeles' sedikit (karena bukankah itu tugas penyiar dan mc?hehe)-sehingga menjadi sedikit normal, tapi begitu mulai lancar, mereka justru menyudahinya begitu saja. Ahhh...apa 'tegang' itu yang berpengaruh???? Terlihat jelas kah??? Atau yang lebih parah lagi, terlihat bodoh kah??? Aku pasrah...keluar dari ruangan yang ada di lantai 2 itu, dan menuruni tangga dengan gemetar. Apakah karena kesel? marah? teringat si...mmmmm...Wisman? atau krn lapar yang nggak tertahankan karena ini jam 2 siang, sementara aku belum makan dari pagi? Entah. Semua perasaan campur aduk jadi satu. Akhirnya aku ikut duduk dengan beberapa orang yang sudah selesei audisi, yang duduk berkumpul di bawah tangga. Mereka dengan penasaran bertanya proses audisiku. Aku menjawab semuanya sambil menumpahkan perasaanku. Aku sedikit lega dan terhibur karena mereka pun ternyata merasakan hal yang sama denganku. Tapi.....tiba-tiba aku menjadi jauhhh lebih gemetar, saat seorang dari mereka bilang, "Kayaknya, Wawan deh yang lolos!!!Iya, gw yakin...Wawan tuh!!!"

"Siapa tuh?" tanyaku penasaran.
"Yang dari Jogja itu...yang tampangnya serius...dan tenang," jawabnya.

Ohhh, namanya WAWAN. Dan apa??? TENANGGGG????? ahhhhhhhhh.....KESALLLLLLLLLLL. Aku mengajak temanku yang datang bersamaku untuk mengikuti audisi ini-dan sudah jauh lebih dulu di tes dariku-untuk pulang. Aku butuh makan dan TIDURRRRRR.


Friday, August 6

LAUT DAN AKU

28 Juni 2004 – 02.35 (Olala Café) – nonton Euro Cup
(Voor een man wie altijd in mijn haart is)

Laut memandang langit
Mereka tak satu tapi saling menggamit

Laut memandang pantai
Mereka tak satu tapi saling bersedekap dalam damai

Laut memandang nyiur
Mereka tak satu tapi rindu tuk saling melebur

Laut memandang aku
Kami tak satu tapi saling mengisi jiwa dalam bisu

Mereka sebut ini cinta semu
Tapi ku yakin kami satu...
Selalu...
Hanya terebut oleh waktu.

HARUSKAH???


Aku terbangun di satu pagi,
Haruskah kuberdiri
Atau teruskan mimpi...

Aku menantang hari,
Haruskah kutapaki
Atau hanya pandangi...

Aku menggenggam waktu,
Haruskah aku berpacu
Atau diam menunggu...